2 research outputs found

    Aspek Nonteknis dan Indikator Efisiensi Sistem Pertanaman Tumpang Sari Sayuran Dataran Tinggi

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup aspek non-teknis dan indikator efisiensi sistem pertanaman tumpangsaripada komunitas sayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas sayuran utama yangdiusahakan secara monokultur maupun tumpangsari di Pangalengan adalah kentang, kubis, petsai, cabai dan tomat.Petani mempersepsi kentang sebagai komoditas sayuran yang teknik budidayanya pal ing dikuasai serta pal ing dapatdiandalkan/menguntungkan. Sementara itu, tomat dan kubis dikategorikan sebagai jenis sayuran yang memiliki risikoproduksi pal ing tinggi (terutama dikaitkan dengan risiko kehilangan hasil panen akibat serangan hama penyakit).Sebagian besar petani responden cenderung lebih sering memilih sistem pertanaman tumpangsari berdasarkanpertimbangan (a) memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi petani untuk menghindarkan kemungkinankehilangan hasil secara to tal serta kerugian finansial yang disebabkan oleh rendahnya harga salah satu komoditas yangditanam, (b) memanfaatkan lahan dan energi sinar matahari secara lebih efisien, (c) instabilitas hasil yang disebabkanoleh cekaman lingkungan maupun serangan hama penyakit secara keseluruhan dapat dikurangi oleh karena sistemterdiri dari dua atau lebih spesies tanaman yang berbeda, (d) memungkinkan penggunaan tenaga kerja dan modalproduksi secara lebih efisien, dan (e) dua atau lebih cabang USAha (jenis tanaman) yang menopang sistem tersebutdapat saling menutupi jika salah satu di antaranya mengalami kerugian. Sebagian besar petani responden cenderungmemberikan penilaian positif terhadap sta tus sistem pertanaman tumpangsari berkaitan dengan kemungkinanpeningkatan pendapatan USAhatani, pengurangan risiko harga/hasil dan pemeliharaan/perbaikan kelestarianlingkungan. Evaluasi produktivitas sistem pertanaman tumpangsari menunjukkan bahwa nisbah kesetaraan lahanuntuk berbagai kombinasi tanaman, berkisar antara 1,13-2,10. Berdasarkan urutan kepentingannya, petanimempersepsi fluktuasi harga, ketersediaan modal dan insiden hama penyakit sebagai tiga kendala terpentingkeberhasilan sistem pertanaman tumpangsari sayuran dataran tinggi. Secara berturut-turut kemudian diikuti olehketersediaan lahan, ketersediaan pupuk/pestisida, ketersediaan air/pengairan, erosi tanah atau kesuburan tanah,ketersediaan informasi teknis dan ketersediaan tenaga kerj

    Karakteristik Teknis Sistem Pertanaman Polikultur Sayuran Dataran Tinggi

    Get PDF
    Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup karakteristik teknis sistem pertanaman polikultur pada komunitassayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari penggunaansistem pertanaman polikultur. Kombinasi tanaman yang pal ing sering dipilih petani adalah cabai + petsai, kemudiandiikuti oleh tomat + petsai, cabai + siampo, kubis + petsai, dan cabai + kentang + petsai. Secara umum, pemilihan jenissayuran yang dikombinasikan telah sejalan dengan prinsip dasar polikultur yang mengisyaratkan maksimisasisinergisme dan minimisasi kompetisi antartanaman. Petani pada umumnya memilih tanaman kombinasi yangcenderung berumur lebih pendek dan memiliki kanopi lebih sempit dibandingkan dengan tanaman utama.Pengalaman petani mengindikasikan bahwa (a) tomat+petsai dikategorikan memiliki hubungan kompetitif, (b)cabai+petsai dikategorikan tidak saja memiliki hubungan komplementer, tetapi juga hubungan suplementer, (c)tomat+cabai, kentang+tomat, tomat+siampo, dikategorikan memiliki hubungan komplementer/kompetitif, dan (d)cabai+tomat dikategorikan memiliki hubungan suplementer/kompetitif. Kemungkinan kekurangan air ataukekeringan dipersepsi memiliki bobot pengaruh terpenting terhadap keberhasilan sistem pertanaman polikultur.Berdasarkan urutan kepentingannya, bobot pengaruh tersebut diikuti oleh curah hujan per tahun, efek naungan daritanaman lain yang dapat mengurangi radiasi sinar matahari, to tal kebutuhan air, curah hujan efektif per tahun dan efeklindungan. Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifat teknis mencakup optimasi penataan spasial dan tem po ral(waktu tanam), optimasi kombinasi tanaman berdasarkan potensi sinergi dan kompetisi, seleksi, dan pemuliaantanaman spesifik untuk tumpangsari, aplikasi pemupukan dan pemulsaan, serta pengendalian hama penyakit secarabiologis, masih sangat diperlukan agar diperoleh suatu acuan atau bahan pembanding yang dapat digunakan untukmelakukan evaluasi, konfirmasi, dan pengembangan sistem polikultur lebih lanjut.Kata kunci: Polikultur; Sayuran dataran tinggi; Sinergisme; KompetisiAB STRACT. Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi, and A. Hidayat. 2004. Tech ni cal char ac ter is tics ofpolyculture sys tem of high land vegetables. This study was car ried out in No vem ber 2001, in the high land veg e ta blepro duc tion cen ter, Pangalengan, West Jawa. Field ob ser va tion and for mal sur vey to in ter view 23 re spon dents wereaimed to ob tain data tech ni cal char ac ter is tics of veg e ta ble mul ti plecrop ping sys tems in the high land. Re sults sug gestthat there is an in creas ing trend the use of multiplecropping by veg e ta ble farm ers. The most fre quent crop com bi na tioncho sen by farm ers is hot pep per + chi nese cab bage, fol lowed by to mato + chi nese cab bage, hot pep per + chi nese mus -tard, cab bage + chi nese cab bage, and hot pep per + po tato + chi nese cab bage. In gen eral, the choice of crop com bi na -tion has been in agree ment with the ba sic re quire ment of multiplecropping that is max i miz ing syn er gism, whilemin i miz ing com pe ti tion be tween crops. Farm ers usu ally choose a com pan ion crop that is early ma tur ing and haslower/smaller can opy than the main crop. Farm ers' ex pe ri ence sug gests that (a) to mato+chi nese cab bage tends to havea com pet i tive re la tion ship, (b) hot pep per+chi nese cab bage, not only has a com ple men tary, but also a sup ple men taryre la tion ship, (c) to mato+hot pep per; po tato+to mato; and to mato+chi nese mus tard have a com ple men tary/com pet i tivere la tion ship, and (d) hot pep per+to mato has a sup ple men tary/com pet i tive re la tion ship. The pos si bil ity of wa ter short -age is per ceived to be the most sig nif i cant fac tor that may af fect the suc cess of multiplecropping sys tems. This is fol -lowed by other fac tors, such as rain fall per year, shad ing ef fect, to tal wa ter re quire ment, ef fec tive rain fall per year, andshel ter ef fect. The sup port of tech ni cal ba sic re search that in cludes the op ti mi za tion of spa tial and tem po ral ar range -ments, op ti mi za tion of crop com bi na tion that con sid ers syn er gism and com pe ti tion as pects, se lec tion of and breed ingof crop va ri et ies which are par tic u larly suited to mul ti ple crop ping, fer til iza tion and mulch ap pli ca tion, and biologicalpest and disease control, is still needed to establish a guidance for evaluating, con firm ing, and further developing theadvantages of multiplecropping sys tem
    corecore